Pemuda Islam sebagai Agen Perubahan dalam Membangun Umat dengan cara Giat Bekerja

Minggu, 01 Desember 2013


Masa muda adalah masa yang penuh dengan harapan, sarat dengan cita-cita dan penuh romantika kehidupan yang sangat indah. Keindahan masa muda dihiasi dengan bentuk fisik yang kuat, pikiran masih cepat, pendengaran masih kuat, meskipun banyak jerawat. Tapi masih ada obat ditoko terdekat. Pantas saja jika para pemuda merupakan salah satu penentu maju mundurnya suatu Negara dan generasi umat selanjutnya.
Namun timbul pertanyaan bagi para pemuda sekarang, jika kami adalah penerus bangsa dalam umat. Apa yang harus dilakukan oleh pemuda muslim. Karena masa muda jelasnya mempunyai aktivitas yang padat. Bagaimana cara mengefektifkan waktu masa muda ini dengan aktivitas yang positif. Allah SWT mempertegas dalam surat At-Taubah ayat 105 :
 “Dan katakanlah : Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu dan kamu, akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan kerjakan”. (Qs. At-Taubah : 105)
Ini dimaksudkan bahwa Allah memerintahkan kepada kita sebagai pemuda islam dan penerus bangsa, sebagai generasi Rabbani untuk giat bekerja. Apa yang harus kita kerjakan?, ini pertanyaan yang sering muncul dari pemuda muslim. Ini adalah realita kehidupan bahwa para pemuda banyak yang bingung dalam memulai bekerja, memulai merubah kedaan generasinya. Sehingga mampu membangun umat muslim ke arah yang lebih baik.
 “Bekerjalah sesuai skill dan profesi masing-masing”. Sedikit kalimat yang bisa menjelaskan bagaimana kita memulai bekerja. Sebagai pemuda yang cerdas harusnya mengetahui skill apa yang dimiliki sekarang dan porefesi apa yang bisa dikerjakan  Mungkin sebagian dari kita ada yang belum tahu apa skill yang dimilikinya sekarang, profesi apa yang bisa ia lakukan sekarang. Agar tetap masuk dalam hal ibadah dan masih tergolong dalam hal kebaikan dan taqwa apa yang kita kerjakan.
Sebagai pemuda islam yang cerdas, yang masih mempunyai pikiran dan tenaga yang kuat. Kita sebagai generasi muda dapat  memulai dari 5 potensi pemuda muslim. Yang pertama adalah olah rasa agar iman melekat, olah rasio agar ilmu meningkat, olah raga agar badan menjadi sehat, olah usaha agar ekonomi kuat, dan olah kinerja agar produktifitas meningkat.
Kalau lima potensi ini dipegang dan telah melekat pada diri pemuda muslim kita. Saya yakin sebagai pemuda muslim dapat menjadi penerus yang mempunyai prestasi gemilang dimasa yang akan datang. Jika kita istiqomah memegang lima potensi ini. Dengan ini marilah kita gunakan dan kita buat wahana kehidupan ini dengan bekarja sesuai skill masing-masing. Dengan ini pemuda muslim seperti ini, tidak ada lagi yang yang namanya generasi muda dikenal dengan istilah generasi penganggur, pemuda yang “mejeng” cari “mojong”, pemuda yang suka “nongkring” dan “iningkrong”. Tapi pemuda muslim adalah pemuda yang dikenal dengan istilah pemuda yang agresif, produkuktif, inovatif, dan progresif.
“Banyak orang sukses yang mengawali karirnya dengan berjualan buku”, sebagai pemuda muslim yang perlu digaris bawahi dari kalimat ini adalah bukan menjual bukunya, tapi etos kerjanya dalam bekerja yang perlu diteladani meskipun hanya berjualan buku. Jangan seperti pekerja kantor, pejabat Negara yang kerjanya “molor”, kemana-mana maunya harus naik mobil, tapi kerjaannya “kendor”. Disiplin saat pembagian gaji honor. Kalau pemuda meniru para pejabat mustahil bisa menjadi pelopor bangsa dan bisa membangun umat. Bisa saja nantinya hanya sebagai pengekor. Berbeda lagi jika menteladani penjual buku, yang mempunyai etos kerja yang tinggi. Bisa dikatakan lebih baik menjadi penjual buku dari pada sebagai pejebat Negara yang kerjaannya “molor”.
Oleh kerena itu, kita sebagai calon-calon pemimpin umat, mulailah sisingkan lengan kita, langkahkan kaki kita untuk berkeja, bekerja, dan bekerja. Seperti pada firman Allah SWT dalam surat Ar-Ra’du : 11
"Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”. (Qs. Ar-Ra'du:11)
Allah SWT akan memberikan jaminan kepada suatu umat berupa Negara yang barakah apabila pemuda-pemudinya beriman dan bertaqwa, dan banyak melakukan kebaikan jauh dari perbuatan tercela, maksiat, dan kejahatan. Seperti yang telah dijelaskan dalam surat Al-‘Aruf ayat 96 :
“Sekiranya penduduk Negeri itu beriman dan bertaqwa, tentulah kami bukakan baginya (pintu) rahmat dari langit dan bumi, tapi mereka mendustakan (kebenaran), lalu kami adzab mereka karena perbuatannya”. (Qs. Al-‘Aruf : 96)
Jika sikap ini di aplikasikan, saya yakin sebagai pemuda muslim generasi penerus bangsa dapat membangun umat dan merubahnya menjadi umat yang makmur dan sejahtera berada dalam maghfiroh Allah SWT.
Oleh : Ali Dhikri Fahrudin

Panitia Dapat Jatah dari Hasil Qurban (koreksi)


Bolehkah membuat makan-makan untuk panitia qurban? Atau panitia qurban dapat jatah khusus dari daging qurban berbeda dengan lainnya?

Dibolehkan Mewakilkan Kurban pada Suatu Kepanitian
وَعَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ – رضي الله عنه – قَالَ: -  أَمَرَنِي اَلنَّبِيُّ – صلى الله عليه وسلم – أَنَّ أَقْوَمَ عَلَى بُدْنِهِ, وَأَنْ أُقَسِّمَ لُحُومَهَا وَجُلُودَهَا وَجِلَالَهَا عَلَى اَلْمَسَاكِينِ, وَلَا أُعْطِيَ فِي جِزَارَتِهَا مِنْهَا شَيْئاً – مُتَّفَقٌ عَلَيْه
Dari ‘Ali bin Abi Tholib radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallammemerintahkan padaku untuk mengurus unta (unta hadyu yang berjumlah 100 ekor, -pen) milik beliau, lalu beliau memerintahkan untuk membagi semua daging kurban, kulit dan jilalnya (kulit yang ditaruh di punggung unta untuk melindungi diri dari dingin) untuk orang-orang miskin. Dan aku tidak boleh memberikan bagian apa pun dari hasil kurban kepada tukang jagal (sebagai upah).” Muttafaqun ‘alaih. (HR. Bukhari no. 1707 dan Muslim no. 1317).
Hal penting yang bisa disimpulkan dari hadits di atas, “Boleh mewakilkan dalam pengurusan kurban, pembagian daging kurban, juga dalam menyedekahkan.” (Minhatul ‘Allam fii Syarhi Bulughil Marom, 9: 299). Cara mewakilkan misalnya diserahkan pengurusan kurban tersebut kepada suatu kepanitiaan di masjid terdekat, bahkan tidak ada masalah jika mewakilkan ke daerah yang membutuhkan yang berbeda kota dengan cukup mentransfer uang.

Upah untuk Jagal dari Hasil Kurban
Hadits ‘Ali di atas juga menunjukkan, “Bolehnya mengupah orang lain untuk menyembelih kurban asalkan upahnya tidak diambil dari hasil sembelihan kurban. Tidak boleh memberi tukang jagal sedikit pun dari daging kurban. Karena kalau memberi dari hasil kurban pada tukang jagal, itu sama saja menjual bagian kurban.” (Minhatul ‘Allam, 9: 299).
Dari hadits tersebut, Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, “Tidak boleh memberi tukang jagal sebagian hasil sembelihan kurban sebagai upah baginya. Inilah pendapat ulama-ulama Syafi’iyah, juga menjadi pendapat Atho’, An Nakho’i, Imam Malik, Imam Ahmad dan Ishaq.” (Syarh Shahih Muslim, 4: 453)
Dalam Kifayatul Akhyar (hal. 489) karya Abu Bakr bin Muhammad Al Husayinniy Al Hushniy Asy Syafi’i disebutkan, “Yang namanya hasil kurban adalah dimanfaatkan secara cuma-cuma, tidak boleh diperjualbelikan. Termasuk pula tidak boleh menjual kulit hasil kurban. Begitu pula tidak boleh menjadikan kulit kurban tersebut sebagai upah untuk jagal, walau kurbannya adalah kurban yang hukumnya sunnah.” Hal yang serupa disebutkan pula dalam Al Iqna’ fii Halli Alfazhi Abi Syuja’ karya Muhammad bin Muhammad Al Khotib (2: 452).
Kalau hasil kurban diserahkan kepada jagal karena alasan status sosialnya yaitu dia miskin atau sebagai hadiah, maka tidaklah mengapa.
Dalam Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyah (5: 105) disebutkan, “Ulama Syafi’iyah dan Hambali berpendapat: Haram memberikan tukang jagal upah dari hasil kurban dengan alasan hadits ‘Ali radhiyallahu ‘anhu yang telah disebutkan. Namun kalau diserahkan kepada tukang jagal tersebut karena statusnya miskin atau dalam rangka memberi hadiah, maka tidaklah mengapa. Tukang jagal tersebut boleh saja memanfaatkan kulitnya. Namun tidak boleh kulit dan bagian hasil kurban lainnya dijual.”
Syaikh ‘Abdullah Al Fauzan mengatakan, “Namun jika memberikan hasil kurban kepada tukang jagal karena statusnya yang miskin, atau sebagai status hadiah, maka tidaklah mengapa. Bahkan ia lebih berhak untuk mendapatkannya. Karena ia telah berjuang mengurus hewan kurban tersebut. Jika jagal tadi sudah mendapatkan upah, lalu ia diberi hasil kurban tersebut karena statusnya tersebut, maka ia memang jelas lebih pantas mendapatkannya. Ini pun semakin mendapatkan ganjaran karena sudah turut berbuat baik dengan apa yang telah diambil oleh si jagal. Jadi transaksinya bukanlah mengupahi namun sebagai bentuk sosial (mu’awadhoh).”  (Minhatul ‘Allam, 9: 299).

Tidak Tepat Menyamakan Panitia dengan Jagal
Sebagaimana kata Ibnu Mulaqqin Asy Syafi’i dalam Al I’lam bi Fawaid Umdah Al Ahkam (6: 286), “Yang dimaksud jagal itu sudah diketahui bersama yaitu orang yang menangani pengulitan dan memotong daging hewan yang disembelih.”
Adapun menyamakan antara panitia kurban dengan jagal tidaklah tepat. Alasannya:
1- Panitia lebih tepat dianggap sebagai wakil dari shohibul kurban. Kalau panitia kurban itu sebagai wakil, maka sah-sah saja jika wakil memakan dari hasil kurban sebagaimana shohibul kurban boleh demikian.
2- Jagal sebagaimana dijelaskan di atas bertugas untuk memotong dan menguliti hewan kurban. Sedangkan panitia kurban saat ini bukan terbatas pada itu saja. Panitia kurban bertugas lebih kompleks, mereka mencari siapa  yang akan berkurban, mengurus penyembelihan bahkan sampai pada pendistribusian daging kurban kepada yang berhak atau sebagai hadiah.
Pendapat yang tepat -sekaligus ralat dari pendapat kami sebelumnya-, sah-sah saja atau boleh panitia kurban mendapatkan jatah khusus dari hasil kurban, itu tidaklah masalah. Alasannya, karena hasil kurban boleh pula dinikmati oleh shohibul kurban dan sisanya ia bagikan untuk fakir miskin atau sebagai hadiah bagi yang mampu. Jika boleh demikian, maka demikian pula berlaku pada wakil shohibul kurban. Begitu juga tidak mengapa panitia mendapat jatah khusus berupa makan-makan bersama dengan alasan akadnya adalah mu’awadoth (kerja sosial). Wallahu a’lam. Hanya Allah yang memberi taufik.

Jilbab itu Bermanfaat

Cinta. Alangkah indahnya jika para muslimah menjulurkan jilbabnya karena cinta. Bukan karena terpaksa, bukan pula karena kewajiban semata. Nah, di antara hal yang dapat menumbuhkan cinta di dalam jiwa ketika mengerjakan ketaatan kepada Allah adalah dengan mengetahui manfaatnya. Oleh sebab itu, pada kesempatan kali ini, kita akan sejenak membahas apa saja manfaat jilbab bagi muslimah?
Pertama, meraih surga. Jilbab adalah sebuah puzzle ketaatan. Mozaik penghambaan diri seorang muslimah tidak akan mungkin sempurna kecuali dengan kerudung yang terjulur menutupi dada. Karena itulah, setiap muslimah yang berjilbab akan meraih balasan yang dijanjikan untuk hamba Allah yang taat. Dan balasan terindah tentu saja adalah kenikmatan surga.
Surga mampu digapai karena rida Allah dan cinta-Nya kepada hamba-Nya. Nah, di antara penyebab diraihnya rida dan cinta-Nya adalah dengan menjaga diri untuk selalu menutup aurat. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,“Sesungguhnya Allah itu malu dan menutupi. Dia mencintai rasa malu dan menutupi.” (HR. Ahmad, dinilai sahih oleh Al-Albani) Sebaliknya, mengumbar aurat adalah maksiat, dan setiap maksiat akan menggiring seseorang menuju api neraka.
Kedua, jilbab bukan hanya menutup keindahan dengan keindahan. Tapi juga perisai yang melindungi seorang muslimah dari berbagai kemaksiatan. Jilbab memuliakan wanita dari perbuatan jahat manusia. Sebagaimana yang diisyaratkan oleh Allah Ta’ala,

ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ

“Hal itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu.” (QS. Al-Ahzab: 59)
Beda halnya dengan muslimah yang bersolek ala jahiliyah, tidak menutup auratnya dengan baik, maka sangat memungkinkan manusia berani mengganggu dan berbuat jahat terhadapnya.

Masih banyak manfaat lainnya, seperti terlindung dari penyerupaan terhadap laki-laki alias tomboy, terlindung dari penyakit yang mungkin terjadi disebabkan hubungan tak halal yang marak menimpa perempuan yang tidak menutup auratnya, menumbuhkan rasa malu, menyucikan jiwa dan raga, serta selainnya. Semoga artikel sederhana ini bisa menanamkan kecintaan dalam diri muslimah untuk senantiasa mengenakan jilbabnya. #ALF

Catatan Si “Alif”


Inikah yang disebut cinta-Mu Ya Allah,,,tak disangka hati ini terasa bagitu gelisah,,hai akhwat yang jauh disana dari rentan jarak dan waktu
bagaimana kabarmu hai calon makmumku,,,,sehatkah engakau cantik??? Apa kamu juga sedang beraktifitas seperti diriku
Bangun pagi shalat malam, entah aku tak tau bagaimana eloknya wajahmu sehingga aku sampai tak bisa membayangkan wajahmu,,
Karena cahaya dari keindahan akhlakmu dan tingginya ilmumu.
Hallo akhwat yang entah dimana sekarang
Bagitu ku bertemu denganmu, mungkin bisa saja gemetar dan keringat dingin bercucuran ditubuhku
Bagaimana tidak
Aku harus memohon kepada kedua orang tuamu dengan melamarmu, sedangkan aku tak punya modal apa-apa selain imanku dan cintaku pada Allah
Memang benar aku bukanlah sosok seorang laki-laki yang bisa dibilang Lebih Mapan
Karena aku lebih memilih menjadi laki-laki yang bertanggung jawab
Tanggung jawab sebagai calon imam mu, tanggung jawab sebagai calon ayah, tanggung jawab sebagai pembimbingmu,
Karena dengan aku berusaha menjadi laki-laki yang bertanggung jawab
Aku kan selalu berusaha untuk membuatmu bahagia.

Jangan katakan aku tidak mencintaimu,,,,karena sejak awalku merasakan cinta, wanita yang aku cintai pertama adalah dirimu
Meski aku dari dulu tak tau dirimu seperti apa,,,,
tapi Allah telah menggambarkan disetiap mimpiku

Bukan sekali ini saja sebenarnya aku melakukan shalat istikharah untuk meminta petunjuk bagaimana kelak wanita untukku
Sejak lama aku selalu bersujud hati dimalam hari agar aku tau seperti apakah calon makmumku,,,darimanakah dia berasal,
Dan sejak aku mengenalmu
Hatiku langsung gemetar
Bukan karena cantikmu
Tapi akhlakmu seperti yang digambarkan oleh Rabbku yang selama ini
baru kutemukan pada dirimu

Oleh : Ali Dhikri Fahrudin

Copyright @ 2013 Assaabiquun. Desain atas kerjasama Rizki Adriadi Ghiffari | Rizki Adriadi Ghiffari